SETELAH singgah di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Surabaya, rombongan KKL FH Unissula bertolak untuk menyeberangi Selat Bali menuju ke tempat pembelajaran ilmu hukum yang sebenarnya di Pulau Dewata. Taman Gili Kerta Gosa yang dibangun pada 1686 dan merupakan peninggalan budaya Kraton Semarapura di Kabupaten Klungkung Bali menjadi destinasi mereka.
Ya, di sana para mahasiswa bersama pimpinan fakultas dan dosen pendamping mendapat pengalaman baru mengenai pendidikan hukum adat yang berlaku pada saat Kerajaan Klungkung di bawah takhta Ida I Dewa Agung Jambe. Lalu, hukum adat seperti apa yang ada pada zaman kerajaan dan bagaimana cara mempelajarinya?
Kerta Gosa terdiri atas dua buah bangunan (bale), yaitu Bale Kerta Gosa dan Bale Kambang. Pada kedua bale tersebut di permukaan langit-langit bangunan dihiasi lukisan tradisional gaya Kamasan atau wayang yang populer di kalangan masyarakat Bali. Khususnya di Bale Kerta Gosa, para peserta KKL mendapatkan pendidikan hukum dari penjelasan petugas objek wisata di sana, yaitu mengenai ketegasan hukuman Karma Phala (akibat dari baik-buruknya perbuatan yang dilakukan manusia selama hidupnya) yang tergambar pada lukisan di plafon.
Memperkaya Ilmu
Petugas Objek Wisata Agung Anom menerangkan, bangunan Kertagosa yang artinya pengadilan mempunyai beberapa fungsi. Antara lain sebagai tempat persidangan yang dipimpin oleh raja sebagai hakim tertinggi untuk mengadili orang-orang yang bersalah. Selain itu, untuk tempat pertemuan bagi raja-raja yang ada di Bali dan pelaksanaan upacara Manusa Yadnya atau potong gigi dalam tradisi Mepandes bagi putra-putri raja.
“Utamanya sebagai fungsi pendidikan hukum, lukisan di langit-langit bangunan memberikan gambaran petunjuk hukuman Karma Phala yang secara psikologis temanya memuat nilai pendidikan mental dan spiritual,” katanya.
Seperti yang terilustrasi pada petak-petak lukisan, bagi orang-orang yang suka mencopet atau mencuri, tangannya akan dipotong di neraka. Lalu, ada pula bagi orang yang suka menjarah harta orang seperti korupsi, maka hukuman yang akan didapat ketika di neraka kepalanya dibakar. Hukuman bagi orang yang tidak pernah tobat semasa hidupnya, juga tergambar nanti pada saat di sana akan menerima balasan apa. Jadi, yang tergambar bermanfaat untuk mendidik orang pada zaman dulu yang belum bisa baca tulis agar mengerti moral dan etika agama.
Di samping lukisan pada ruangan bangunan Kerta Gosa juga dilengkapi peralatan pengadilan, berupa kursi dan meja kayu yang memakai ukiran dan cat prada. Benda-benda tersebut merupakan bukti-bukti peninggalan lembaga pengadilan adat tradisional yang pernah berlaku di Klungkung dalam periode kolonial (1908-1942) dan periode pendudukan Jepang (1043-1945).
Salah satu mahasiswa KKL Boy Cakra mengaku melalui gambaran yang ada pada lukisan Kerta Gosa, akan memperkaya khasanah keilmuannya mengenai hukum adat yang berlaku pada zaman kerajaan Klungkung. “Selain itu, informasi ini juga bermanfaat dalam pembuatan laporan KKL di kelompok saya yang mendapatkan tema ini,” jelasnya. (Anggun Puspita-75)
sumber: SUARA MERDEKA – Pendidikan (Ketegasan Hukuman Karma Phala di Kertagosa: 25 Juli 2011)