Amalan berangkat dari niat. Terbentuknya niat pada insan manusia tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh yang mendorongnya. Insan tersebut memiliki niat baik, ketika unsur kehidupannya ditunjang oleh hal-hal baik yang diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagai insan yang dibekali akal, kejernihan pusat nalar manusia tersebut tidak terlepas pula dari lingkup dan lingkungan eksternal. Hal tersebut mempengaruhi segala niat yang tercipta. Semua hal yang diperbuat insan manusia berawal dari nawaitu (niat) atau keniscayaan manusia itu sendiri tentang hasil akhir atau tujuan yang diharapkan terwujud atas sebuah tindakan atau usaha. Kebaikan-kebaikan itu terwujud dari niat baik yang direalisasikan. Begitu pula berlaku sebaiknya. Keburukan-keburukan yang terjadi adalah hasil dari awal mula yang buruk. Pembentukan niat dalam setiap insan itu sendiri berasal dari kemampuan masing-masing insan manusia dalam berpikir.

Kisah Rasulullah Sallallahu Alayhi Wassalam

Kisah teladan mengenai niat dan tindakan dicontohkan oleh Rasulullah Sallallahu Alayhi Wassalam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Dalam sebuah kesempatan perjalanan, Rasul bersama rombongannya berpapasan dengan kelompok kaum Quraisy yang sedang berhenti di sebuah ngarai. Kaum Quraisy tersebut terlihat murung sepeti berkabung. Tanpa ragu dan takut, Rasul bertanya terhadap kaum penentangnya tersebut. Didapatinya salah satu perwakilan mereka (kaum Quraishy) dengan terbata-bata mengatakan bahwa sedang berduka karena salah satu rekan rombongan mereka meninggal dunia. Mendekatlah Rasulullah kepada kelompoknya untuk memotivasi para pengikutnya untuk membantu memakamkan dan menolong kaum Quraisy yang sedang mengalami kesusahan tersebut. Namun niat baik tersebut mendapat sedikit penolakan dari kaum Rasulullah, mengingat kaum Quraisy adalah kaum yang sangat menentang Rasul dan ajaran Islam yang dibawanya. Sedikit menenangkan kaumnya, Rasul sembari meyakinkan bahwa nawaitu yang baik akan berdampak baik. Pelan-pelan sikap kaku beberapa kaum yang menolak mulai luntur dan bergegas untuk menolong memakamkan jenazah kaum Quraisy tersebut. Kemudian, sebagai hadiah, dari kaum Quraisy tersebut memberikan kesempatan melewati jalan yang seharusnya dihadang untuk Rasulullah dan para pengikutnya.

Nawaitu Membangung Generasi Khaira Ummah

Teladan tersebut diadaptasikan dalam rancangan visi dan misi Universitas Islam Sultan Agung Semarang dalam nawaitu membangun seluruh insan, baik dari pengajar, tenaga akademik, hingga mahasiswa-mahasiswinya untuk menjadi generasi emas dalam akhlak dan keilmuan. Dari nawaitu tersebut, diimplementasikan dalam kehidupan akademik kampus. Sehingga, secara perlahan menjadi terbiasa mengimplementasikan nilai-nilai turunan yang tertuang dari nawaitu visi dan misi dalam membangun akhlak dan keilmuan tersebut menjadi sebuah karakter untuk masing-masing insan.